This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Rabu, 31 Oktober 2012
Negara Kami, Kini
06.41
Aris
No comments
Presiden kami hobi
menyanyi
Namun kami tak sanggup
hafalkan lagunya,
Kalaupun ada yang beri
kami kertas lirik, pasti telah kami sobek
Jelas, kami tak bisa
baca!
Tengah Malam Sepasang Suami Istri
06.41
Aris
No comments
Dan dia masih menunggu
suaminya dalam gelap,
Sengaja tak ia
ambil roti diatas meja supaya ia tetap
lapar; tetap terjaga
Ia hanya ditemani
sebatang lilin yang disulutnya dengan api seperempat jam yang lalu
Hatinya gundah;
was-was; takut
Lilin ini harapannya,
satu-satunya harapan!
Agar suaminya cepat
pulang, membawa sekantong besar uang
Setengah jam berlalu,
suaminya tak kunjung pulang
Bibirnya merapal
mantera, lengannya menggenggam secuil kain hitam
Astaga. Lilin itu
hampir padam! Apinya bergoyang tak tentu arah!
Dia panik, segera ia
jaga api itu demi suaminya
Namun terlambat, api
dalam lilin padam; ruangan gelap gulita
Detik berikutnya
perempuan itu terisak,
Suaminya tengah
telanjang sekarang, diantara lingkaran obor manusia
Kecil harapan suaminya
akan pulang
Pernikahan kedua
06.40
Aris
No comments
Mencintai sampai mati
itu memang sebuah dusta
Toh, selalu ada yang
namanya pilihan kedua
Jadi mengapa
repot-repot mencintai seorang saja?
Hidup
06.40
Aris
No comments
Burung tak bisa
berenang, dan Ikan tak bisa terbang
Berani kah kau untuk
bertanya mengapa?
Sebab inilah hidup,
Lantas, apalagi yang
hendak kau tanyakan?
Cermin Diriku
06.39
Aris
No comments
Di kolong langit dusta
tumbuh diatas kepalaku
Bagaikan tanaman,
mereka merambat, berpilin dari ujung satu ke ujung yang lain
Dan kebencian ikut
bergabung, dia bilang ingin meramaikan
Tambah lagi dengan dengki
yang sekonyong-konyong bergelayut manja padaku
Lantas, kemanakah kasih
dan cinta?
Aku lihat mereka saling
bergandeng tangan,
Jemari mereka bertaut
dan mereka melangkah—merenggangkan jaraknya denganku
Satu dua langkah dan
aku pun tak mampu melihatnya lagi
Haha, ya. Akulah,
kemunafikan.
Kulit tak pernah lupa pada Kacang
06.38
Aris
No comments
Sengaja aku memilih
berada diluar, demi dirinya
Kurengkuh dia dalam
pelukku seraya berucap dengan lantang,
“Aku tak akan pernah
lupa padamu, kacang!”
Dia tersenyum, meski
akhirnya tak memilihku lagi.
Kacang … jauh lebih
pilih adonan tepung terigu, tepung tapioka!
Yang lebih bersih,
lebih putih, dan lebih menarik hati
Ketimbang kulit yang
warnanya kusam dan tak jarang dinodai tanah
Kacang, lupa kah kau
padaku?
Kita
06.36
Aris
No comments
Dan memang
Manik matamu akan
selalu menatap lurus ke depan
Bagimu dunia memang
panggung sandiwara
Dengan kau dan mimpimu
sebagai tokoh utama
Tuhan telah beritahu
skenario kehidupan lewat Ibu Bapakmu,
Sementara aku hanya kameo
yang numpang lewat
Melangkahkan tungkai
kaki sebatas satu dua meter saja
Lalu menghilang,
dilupakan.
Senin, 15 Oktober 2012
Sore hari di tempat asing
02.00
Aris
No comments
Ini saya ambil (lagi-lagi) menggunakan kamera ponsel, karena ternyata uang saya masih belum cukup untuk membeli sebuah kamera DSLR. Hari ini saya menghabiskan waktu-waktu saya selama kurang lebih 6 jam di tengah perkebunan teh, sembari menulis naskah-naskah fan fiksi dan komik yang sudah menggantung selama tiga bulan lamanya, hahahaha.
Bukannya malas, hanya saja memang tak ada ide dan waktu, nah lantas kenapa harus menulis sesuatu yang seperti itu? Entahlah, entahlah. Saya tak suka menulis cerpen ataupun puisi, karena saya sadar saya tak mahir dalam kedua hal itu. Saya mencintai fan fiksi dan komik, sebuah dunia menulis dimana saya tak harus khawatir, karena saya sudah berada dalam dunia itu selama enam tahun lebih haha.
Saya sadar tak banyak waktu lagi yang saya gunakan untuk menggurat-gurat tiap lembar buku sketsa atau kertas putih polos, saya bahkan tak menggunakan kuas dan cat-cat itu lagi sekarang karena saya tinggal jauh dari rumah. Namun, saya tetap mencoba untuk meluangkan waktu; tetap mencintai dua hal itu karena itulah diri saya.
Jumat, 12 Oktober 2012
00.05
Aris
No comments
The last picture that I took for her, my besty :)
Since she loved Hiroto with all her hart /lol/
She took my book and my pen and started to write about her :imaginary: love confession,
Kamis, 11 Oktober 2012
Sabtu, 15 September 2012
Pujaan Hati
06.43
Aris
No comments
-ditulis untuk Ryanto :) yang sampai sekarang tak pernah mencintaiku, tapi berkat kamu puisi ini dimuat.
Langit nampak lindap tatkala kau melintas
dihadapanku
Lambat kakimu menuruni ceruk anak tangga
Menyalipku perlahan sembari berkata ‘maaf’
Kemudian menapak jejak baru di lorong sekolah
Oh, aku di abaikan lagi.
Duh…pujaan hatiku,
Masih tak pantas kah aku menautkan jemariku di
kemejamu?
Masih tak pantas juga kah pabila aku meminta secuil
senyummu?
Karena hingga kini, kau masih belum menoleh padaku.
Kamis, 14 Juni 2012
4 hari terakhir di Sekolah
16.41
Aris
No comments
Karena memang perjuanganku di sekolah akan berakhir dalam renggang waktu satu atau dua minggu saja. Beberapa hari, minggu, tahun bahkan Abad, mungkin aku tak akan menginjakkan kaki terlalu sering di pekarangan sekolah, atau menyusup di balik semak-semak dan lorong sempit belakang toilet lagi ketika pelajaran Matematika datang.
Senin, 04 Juni 2012
Hening untuk Hari itu
06.52
Aris
No comments
Masih didalam sebuah
ruang yang suci,
Kau tertunduk diantara
mereka yang duduk mengelilingimu,
Wajahmu yang manis kau
sembunyikan,
Dalam keheningan yang
kau ciptakan sendiri.
Sebuah suara
memanggilmu diiringi tepukan hangat di bahu,
Kau mendongak,
mendapatinya tersenyum padamu.
Hangat, namun tak
membuat dinginmu lenyap.
Kembali kau menunduk,
menghitung detik.
Ini sudah saatnya,
pikirmu dalam diam.
Karena kau telah
dewasa,
karena kau telah
mengerti
Bahwa dia tak harus
kesepian di usia senjanya,
Suara tadi kembali
terucap, menggema dan sedikit menggetar.
Mengucap sebuah kalimat
panjang yang berarti sebuah janji,
Dia yang bersanding
dengan seorang wanita asing,
Dengan pakaian yang
bercorak sama dan juga melati yang teruntai di lehernya,
Kau yang menunduk,
lebih tak bisa mengangkat kepalamu.
Bibir merahmu terkatup
rapat,
Ketika sebuah cincin
permata disematkan di jari wanita asing tadi,
Dia, Ibu barumu.