Rabu, 31 Oktober 2012

Negara Kami, Kini


Presiden kami hobi menyanyi
Namun kami tak sanggup hafalkan lagunya,
Kalaupun ada yang beri kami kertas lirik, pasti telah kami sobek
Jelas, kami tak bisa baca!

Tengah Malam Sepasang Suami Istri


Dan dia masih menunggu suaminya dalam gelap,
Sengaja tak ia ambil  roti diatas meja supaya ia tetap lapar; tetap terjaga
Ia hanya ditemani sebatang lilin yang disulutnya dengan api seperempat jam yang lalu
Hatinya gundah; was-was; takut
Lilin ini harapannya, satu-satunya harapan!
Agar suaminya cepat pulang, membawa sekantong besar uang
Setengah jam berlalu, suaminya tak kunjung pulang
Bibirnya merapal mantera, lengannya menggenggam secuil kain hitam
Astaga. Lilin itu hampir padam! Apinya bergoyang tak tentu arah!
Dia panik, segera ia jaga api itu demi suaminya
Namun terlambat, api dalam lilin padam; ruangan gelap gulita
Detik berikutnya perempuan itu terisak,
Suaminya tengah telanjang sekarang, diantara lingkaran obor manusia
Kecil harapan suaminya akan pulang

Ketombe


Aku menunduk,
Lalu salju turun dari rambutku

Pernikahan kedua


Mencintai sampai mati itu memang sebuah dusta
Toh, selalu ada yang namanya pilihan kedua
Jadi mengapa repot-repot mencintai seorang saja?

Hidup


Burung tak bisa berenang, dan Ikan tak bisa terbang
Berani kah kau untuk bertanya mengapa?

Sebab inilah hidup,
Lantas, apalagi yang hendak kau tanyakan?

Cermin Diriku


Di kolong langit dusta tumbuh diatas kepalaku
Bagaikan tanaman, mereka merambat, berpilin dari ujung satu ke ujung yang lain
Dan kebencian ikut bergabung, dia bilang ingin meramaikan
Tambah lagi dengan dengki yang sekonyong-konyong bergelayut manja padaku

Lantas, kemanakah kasih dan cinta?

Aku lihat mereka saling bergandeng tangan,
Jemari mereka bertaut dan mereka melangkah—merenggangkan jaraknya denganku
Satu dua langkah dan aku pun tak mampu melihatnya lagi
Haha, ya. Akulah, kemunafikan.

Kulit tak pernah lupa pada Kacang


Sengaja aku memilih berada diluar, demi dirinya
Kurengkuh dia dalam pelukku seraya berucap dengan lantang,
“Aku tak akan pernah lupa padamu, kacang!”
Dia tersenyum, meski akhirnya tak memilihku lagi.

Kacang … jauh lebih pilih adonan tepung terigu, tepung tapioka!
Yang lebih bersih, lebih putih, dan lebih menarik hati
Ketimbang kulit yang warnanya kusam dan tak jarang dinodai tanah


Kacang, lupa kah kau padaku?
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India